Senin, 13 Juni 2011

Kasus Ipal Kembali Dipertanyakan

* ditengarai sengaja ditenggelamkan
DUMAI (VOKAL) - Kasus ijazah palsu (Ipal) anggota DPRD Kota Dumai periode 2009-2014 sudah masuk ke aparat hukum di Polres Dumai sejak pertengahan tahun 2009 lalu. Menindaklanjuti laporan warga, akhirnya Polres Dumai menetapkan Timo Kipda dari Partai Golkar dan Jalaluddin dari PPP sebagai tersangka. Namun, tindak lanjut proses hukum terhenti sampai di sini.

Kasus hukum tersebut ditengarai sengaja ditenggelamkan karena ada kepentingan pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan pribadi atau kelompok orang tertentu. Berkas kasus tersebut seolah sengaja dipimpong dari Polres Dumai ke Kejaksaan Negeri Dumai.

Bahkan, Hamdani selaku pihak pelapor kasus ijazah palsu dengan tersangka Jalaluddin geram dengan kinerja penyidik Polres Dumai, karena lambannya proses hukum. Akhirnya, dia mempraperadilankan Kapolres Dumai di Pengadilan Negeri Dumai. Putusan pengadilan memang mudah ditebak, karena pihak Polres punya kiat jitu untuk menghidari gugatan. Pihak penyidik memang tak terbukti menghentikan kasus.

Meski ditolak PN Dumai gugatan praperadilan, tapi hakim tetap memerintakan penyidik untuk segera menuntaskan kasus tersebut hingga ke pengadilan. “Soal benar atau salah, itu urusan nanti yang akan diputuskan oleh hakim. Yang penting, proses hukumnya harus berjalan sampai ke pemeriksaan di pengadilan,” ujar Kamazoro Waruwu, hakim yang memeriksa kasus praperadilan terhadap Kapolres Dumai itu, beberapa waktu lalu.

Namun, perintah hakim PN Dumai yang ditetapkan pada 11 Februari 2011 itu tampaknya tak diindahkan penyidik. Tak tahu aparat hukum yang mana terlibat permainan. Yang jelas, kasus tersebut bagai bola pimpong dari Polres Dumai ke Kejari Dumai. Alasannya tetap sama, karena ada persyaratan yang belum dipenuhi penyidik Polres Dumai, yaitu tak adanya izin dari Gubernur Riau Rusli Zainal. Padahal, sesuai ketentuan undang-undang, bila izin tersebut tak diperoleh, maka dalam batas waktu yang telah ditentukan, proses hukum kasus tersebut dapat dilanjutkan.

Hal itu sangat jelas diatur dalam UU RI No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana disebuitkan dalam pasal 391 bahwa pemaggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD Kabupaten/Kota disangka melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur. Namun, dalam hal izin tertulis sebagai mana dimaksudkan tidak didapatkan dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimana permohonan proses pemanggilan dan keterangan untuk penyidikanm maka proses hukum dapat dilakukan.

Kasus ijazah palsu tersebut juga menjadi bom waktu bagi partai politik yang mengusung kedua anggota DPRD tersebut. Bahkan, Partai Golkar dan PPP bisa jadi tumbal kesalahan, yang bakal dituding melindungi anggotanya yang terseret masalah hukum. Tak ingin dipersalahkan, kedua partai tersebut telah mengirim surat ke aparat hukum untuk meminta kepastian hukum atas kasus tersebut.

Ketua DPD Partai Golkar Kota Dumai Zulkifli Ahad mengatakan pihaknya tak ingin kasus dugaan penggunaan ijazah palsu yang melibatkan anggota dari partai berlambang pohon beringin itu mengambang, tanpa putusan hukum. Pasalnya, bila kondisi itu tetap terjadi, maka akan merugikan banyak pihak, termasuk para tersangkanya sendiri. Tak terkecuali juga akan merugikan partai yang mengusungnya.

“Kami minta aparat hukum menuntaskan proses hukum kasus dugaan penggunaan ijazah palsu anggota DPRD Dumai itu hingga ke pengadilan, dengan berpegang teguh pada prinsip praduga tak bersalah. Biarkanlah hakim memeriksa dan memutuskan, sehingga ada putusan tetap,” ujarnya dalam jumpa pers dengan wartawan, beberapa waktu lalu.

Namun, kata dia, bila pihak penyidik meyakini tak cukup bukti, maka harus segera menetapkan putusan hukumnya, yaitu dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3). Dengan demikian, masyarakat tak akan berprasangka negatif terhadap aparat penegak hukum. Begitu pula terhadap tersangka, nama baiknya harus dipulihkan kembali.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Nasional (YLBHN) Kota Dumai, Ir. Muhammad Hasbi mengatakan ada indikasi kuat telah terjadinya konspirasi berjamaah oleh aparat hukum dan pihak lainnya yang berkepentingan terhadap kasus atau oknum yang terlibat. Karenanya, Kapolres Dumai dan Kajari Dumai dinilai tidak pantas menangani kasus yang sedang ditunggu-tunggu masyarakat itu.

“Karena itu, kita minta Kapolri dan Kejagung untuk menekan Kapolda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk menuntaskan kasus tersebut. Bila perlu memecat Kapolres Dumai dan para penyidik kasus itu, yang sengaja membiarkan kasus tersebut berlarut-larut dengan alasan yang tak masuk akal,” ujarnya.

Pihak Polres Dumai dalam suratnya kepada Ketua DPD Partai Golkar Kota Dumai menyebutkan bahwa pihaknya telah berupaya melengkapai Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) sesuai dengan petunjuk pihak Kejaksaan Negeri Dumai. Selain itu, juga mengupayakan untuk mendapatkan izin pemeriksaan dari Gubernur Riau Rusli Zainal.

“Saat ini Penyidik Polres Dumai menunggu perkembangan perkara tersebut dari Kejaksaan Negeri Dumai, serta izin tertulis dari Gubernur Riau, yang sudah dilayangkan penyidik sebanyak dua kali,” kata Wakapolres Dumai Kompol Doly Heriyadi, SIK, MSi, atas nama Kapolres Dumai, baru-baru ini.(egy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar