Minggu, 17 Juli 2011

UIN Pekanbaru Minta 3,3 Juta Siswa Dumai Gagal Kuliah


>> Setelah Dipastikan Lulus Program Bidik Misi

DUMAI (VOKAL)
– Program Pemerintah Indonesia Bidik Misi yang merupakan bentuk bantuan pemerintah atas biaya penyelenggaran pendidikan dan bantuan biaya hidup untuk 20 ribu mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai namun kurang mampu secara ekonomi, diduga di persalah gunakan untuk memeras siswa baru yang secara sah lulus untuk mendapat bea siswa program Bidik Misi tersebut.

Seorang siswa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Taruna Persada Kota Dumai, Rostina Siregar (17) merupakan salah satu peserta lulus tes program Bidik Misi 2011, namun ia sangat m,erasa kecewa karena dimintai uang Rp3,3 juta oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Riau Pekanbaru.

"Saya selaku orang tua dan anak saya sangat kecewa, karena setahu kami siswa yang masuk universitas melalui program Bidik Misi sama sekali tidak dipungut biaya sepersen pun," kata Sulaiman Siregar ayah Rostina, kepada Vokal melalui Via telephone selulernya.

sementara itu Bidik Misi kata Sul;aiman merupakan program pemerintah pusat yang dikomandani oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional dan dimulai sejak 2010, dan pada program ini, calon mahasiswa yang telah lulus tes Bidik Misi menjadi jaminan pemerintah dan universitas negeri yang dituju.

"dengan gagal nya anak saya untuk ikut kuliah tersebut sangat menimbulkkan kekecewaan dan kekesalan yang sangat mendalam, Pada kenyataanya kami juga masih dibebankan biaya sangat besar. kondisi ini sangat memberatkan bagi kami keluarga tidak mampu ini,"tutur Sulaiman.

Sulaiman Menambahkan, anaknya Rostina Siregar sebelumnya mengikuti tes Bidik Misi melalui anjuran pihak SMK Taruna Persada tempatnya mengenyam pendidikan formal di Kota Dumai, ketika itu, tutur Sulaiman, anaknya mengikuti tes program studi tertentu untuk Universitas Islam Negeri (UIN) di Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru, dengan nomor registrasi 4110061068 atas nama Rostina, pasword 3494683.

"Alhamdulillah, waktu itu anak saya lulus dan merupakan satu-satunya yang lulus program Bidik Misi yang mewakili kota Dumai," katanya.

Setelah mengetahui kelulusan itu, kata Sulaiman, Rostina kemudian pergi ke Pekanbaru untuk melakukan pendaftaran ulang di UIN, Sebelum pergi, anak saya hanya dibekali uang sekitar Rp1 juta sebagai ongkos keberangkatan dan uang makan diperjalanan dari Dumai menuju Pekanbaru. Waktu itu gurunya juga sempat bilang kalau tidak ada pungutan dalam bentuk apapun," ujarnya.

Namun sesampai di Pekanbaru, tepatnya pada hari Kamis, 1 Juni 2011, Sulaiman harus menerima kenyataan pahit, pihak universitas meminta uang senilai Rp3,3 juta, kepada anaknya jika tetap ingin melanjutkan kuliah sebagai uang daftar ulangnya.

"Sakitnya lagi, uang tersebut harus segera disiapkan selambat-lambatnya satu jam setelah pendaftaran, "ujarnya.

Waktu itu anak telepon saya, dan kemudian saya menelpon orang universitas itu memohon agar diberikan tenggang waktu untuk menyiapkan uang yang diminta.

Tapi apa jawabannya, orang itu terus mendesak agar segera dilunasi dan mengancam jika tidak anak saya akan di coret dari daftar penerima bea siswa Bidik Misi, Orang itu kalau nggak salah Kepala Bagian Biro Penerimaan Siswa UIN, namanya Aman Amri," ungkap Sulaiman kepada Vokal.

Mendengar ancaman itu, kata dia, Rostina kemudian pulang ke Dumai untuk meminta petunjuk kepada orang tua dan pihak SMK Taruna Persada.

"Kepala SMK waktu itu meminta agar kita bersabar karena mereka akan menyurati pihak Kementerian Pendidikan, tapi sudah lebih sebulan ini tidak ada jawaban. Saya juga sudah capek mendatangi sekolah anak saya," kata Sulaiman.

Rumitnya birokrasi tersebut kata Sulaiman membuat dirinya putus asa dan hanya bisa pasrah. Hingga akhirnya, kata pria yang bekerja serabutan ini mendapat kabar sang anak dinyatakan gugur tanpa ada penjelasan apapun dari universitas.

"Anak saya sempat frustrasi dan setres mendengar kabar ini. Sifatnya juga berubah seratus derajat, jadi pendiam dan tidak lagi riang," katanya.

Akibat hal tersebut Sulaiman mengaku kesal terhadap pemerintah yang tidak optimal dalam pengawasan sejumlah program yang canangkan.

"Saya kesal terhadap pemerintah karena gagal dalam mengawasi program-program orang miskin seperti kami ini. Gara-gara ini semua, anak saya sempat mengalami ganguan mental. Kalau ada pengacara yang mau tidak dibayar, saya sudah tuntut universitas itu," kata Sulaiman.

Rostina Siregar merupakan anak ke dua dari lima bersaudara pasangan Sulaiman (47) dan Sepinah (45). Perempuan berusia 17 tahun ini memiliki cita-cita membahagiakan orang tuanya yang saat ini tengah mengalami kesulitan ekonomi.

Kepala Sekolah SMK Taruna Persada Dumai, Sugiarto, saat di konfirmasi mengatakan pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan hak yang memang seharusnya milik Rostina.

"Kita juga telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi perihal kasus ini, mudah-mudahan ada jalan keluarnya," katanya.(egy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar